Kawan, Teman atau Sahabat ?

Harga sebuah persahabatan sangat mahal. Sebab, sahabat sejati yang siap hadir di kala kita senang dan di saat kita membutuhkannya sangat sulit dijumpai. Apalagi di zaman serba digital dan pesatnya teknologi seperti sekarang. Nilai sebuah pertemanan dan jabat erat banyak dilihat dari kedudukan serta materi seseorang. Kawan akan ada ketika kita mengundangnya di sebuah perjamuan atau pesta. Di saat uang kita berlimpah, dia siap menemani dan menebar tawa canda bersama. Namun, kala sakit mendera dan susah menyapa, tak satu pun di antara mereka yang menengok dan membesarkan hati. Marah? Itu hal yang sia-sia. Maka, dalam memilih seseorang untuk dijadikan sahabat, kita sudah selayaknya untuk selektif. Sahabat sejati adalah sosok yang selalu mengingatkan akan kebaikan. Dia ada di sisi kita, baik ketika senang maupun di kala sedih. Persahabatan tidak kenal dengan kata putus. Dalam hal mengingatkan kesabaran dan kebaikan, nilai persahabatan ada sampai maut memisahkan raga dari jasad. Bahkan, saat kita sudah mati pun, sahabat siap menyolatkan dan mendoakan layaknya keluarga. Namun, tak sedikit yang tergelincir karena teman. Ada seseorang yang awalnya baik, ketika berteman dengan pemabuk atau tukang judi, saat terpengaruh dan tak kuat iman, dia pun bisa berubah menjadi tidak baik. Bahkan, di antara masyarakat sekarang pun, banyak yang salah dalam pergaulan. Akibatnya, banyak remaja putri yang hamil di luar nikah, tingginya angka kekerasan dalam rumah tangga, perceraian, dan lain-lain. Semua itu bukan saja disebabkan lemah iman, tapi juga cara yang salah dalam bergaul. Gaya hidup hedonisme dan bebas ala Barat mulai diterjemahkan sebagai sesuatu yang baik untuk diadopsi. Bahkan, pacaran di tempat umum seolah dianggap sesuatu yang biasa. Efeknya, timbul zina. Naudzubillahi mindzaalik.

Sahabat sejati

Dar demikian saya biasa menyebut salah seorang sahabat saya yang bernama Darmaji. Dia bukan rekan sekantor. Juga bukan orang yang suka berpenampilan rapi. Dia cuma tukang bakso keliling yang sudah menjadi langganan saya di kampung. Namun, banyak hal yang membuat saya angkat topi dan bersyukur mengenalnya. Suatu sore, saya hanya menjumpai gerobak baksonya saja, sedangkan yang jualan entah ke mana. Sekitar tujuh menit menunggu, akhirnya Dar muncul. ”Nang endi wae (ke mana saja)?” tegur saya. ”Asharan disek Mas. Sampeyan wis sholat (Sholat Ashar dulu. Mas sudah sholat)?” jawabnya. Seketika kejengkelan saya karena menunggu berubah mendengar jawaban Dar. Saya malu karena sudah su’udzan kepadanya, apalagi saya sendiri juga belum sholat Ashar. Astaghfirullah. Saya bergegas ke mushola untuk sholat dahulu dan memesan semangkuk bakso kepada Dar. Usai sholat, saya kemudian kembali bertanya ke Dar, apakah dia tidak takut kehilangan uang setoran bila gerobaknya ditinggal agak lama. ”Rezeki wis ono sing ngatur (Rejeki sudah ada yang mengatur), Mas” jawabnya polos. Dia hanya tukang bakso yang SD saja tidak lulus. Tapi, keyakinannya dan tak alpa untuk sholat meski bekerja berkeliling jualan bakso membuat saya kagum. Kerja tetap kerja, namun jika sudah waktu sholat, ya harus melaksanakannya. Bukankah memang rezeki telah Alloh atur sesuai dengan ketetapan-Nya? Subhanallah. Karena pengetahuan Dar tentang Islam cukup baik, saya tak jarang bertanya seputar agama yang saya sebelumnya tidak tahu. Alhamdulillah, dari Dar, saya banyak mengambil hikmah dan ilmu. Keakraban kami sebagai sahabat tidak terbatas pada saat bersua saja. Ketika saya jatuh sakit, sebuah sms dari Dar masuk dan mendoakan agar saya lekas sembuh. Subhanallah walhamdulillah, perhatian dari seorang sahabat mampu membuat semangat saya tumbuh kembali.

Rasulullah SAW bersabda: ”Seorang muslim itu adalah saudara muslim lainnya. Dia tidak boleh menzaliminya dan menghinakannya. Barang siapa yang membantu keperluan saudaranya, maka Allah akan memenuhi keperluannya. Barang siapa yang melapangkan satu kesusahan seorang muslim, maka Allah akan melapangkan satu kesusahan di antara kesusahan-kesusahan hari kiamat nanti. Dan barang siapa yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat.” (Shahih Muslim).

3 responses to “Kawan, Teman atau Sahabat ?

  1. untuk warta lebih fokus lagi ke warta kependidikan dan politik, keliatannya lebih greng tuch. heheheee. maap lho pk.

  2. Dalam berkawan kita memang tidak boleh membeda-bedakan, semua sama dihadapan Allah hanya ketaatan padaNyalah yang berbeda.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.